Kamis, 31 Maret 2016


koryografi bobotoh viking


I Made Wirawan

I Made Wirawan Profil dan Biodata - I Made Wirawan (lahir di Gianyar, Bali, 12 Januari 1981; umur 32 tahun) adalah seorang pesepakbola Indonesia yang saat ini bermain untuk klub Persib Bandung di Liga Super Indonesia pada posisi penjaga gawang. Made Wirawan bergabung dengan Persib pada tahun 2012.
PROFIL I Made Wirawan
   
Nama Lengkap:     I Made Wirawan
Nama Panggilan: I Made Wirawan
Tanggal Lahir:    1 Des 1981 (Usia 31)
Tempat Lahir:    Gianyar
Negara:    Indonesia
Tinggi Badan:    180 cm.
Berat Badan:    63 Kg.
Tim Nasional:     Indonesia
Posisi: Penjaga Gawang
Nomer Punggung: 78
Klub Sebelumnya: Persiba Balikpapan
Bergabung ke PERSIB 2012
Foto I Made Wirawan
Sepak bola adalah permainan dengan alat bola yang dimainkan oleh 2 tim. Masing - masing tim terdiri dari sebelas orang pemain. Sepak bola hingga hari ini telah dimainkan lebih dari 250 juta orang dari lebih dari dua ratus negara. Sepak Bola adalah permainan yang paling populer sekarang ini. Sepak bola ditemukan di China pada abad ke 2 sebelum masehi. Sepak bola pertama kali dimainkan dengan menggunakan bola yang terbuat dari kulit dan digiring dewngan menggunakan kaki. Pada tahun 1365, raja Edward III melarang permainan sepakbola karena dianggap terdapat banyak kekerasan selama pertandingan. Pemain Sepak Bola terdiri dari 11 orang pemain dimana formasinya ditentukan oleh masing - masing tim namun biasanya formasinya terdiri dari: seorang penjaga gawang, 2 - 4 orang pemain bertahan, 2 - 4 orang pemain tengah dan 1 - 3 orang pemain penyerang. Penjaga gawang adalah satu - satunya pemain yang boleh memegang bola untuk melindungi gawang dari serangan tim lawannya. Biasanya penjaga gawang memakai seragam yang berbeda dari pemain lainnya. Pemain bertahan bertugas menjaga pertahanan dari tim lawan. Pemain tengah dibagi lagi dengan yang bermain dekat dengan penyerang dan pemain tengah bertahan yang dekat dengan pemain bertahan, sedangkan sesuai dengan namanya penyerang memiliki tugas untuk menyarangkan bola ke gawang tim lawan. Sepak Bola Indonesia Sepak bola indonesia dimulai sejak tahun 1914 saat Indonesia masih dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda. Kompetisi antar kota di jawa tersebut hanya di juarai oleh dua tim atau di dominasi dua tim saja, yaitu Batavia City, Soerabaja City. Sejarah Sepak Bola Modern di Indonesia dimulai dengan terbentuknya PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan ketuanya Soeratin Sosrosoegondo. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih – benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia. Setelah wafatnya Soeratin Sosrosoegondo, prestasi tim nasional sepak bola Indonesia tidak terlalu memuaskan karena pembinaan tim nasional tidak diimbangi dengan pengembangan organisasi dan kompetisi. Pada era sebelum tahun 1970-an, beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi internasional, di antaranya Ramang, Sucipto Suntoro, Ronny Pattinasarani, dan Tan Liong Houw. Dalam perkembangannya, PSSI telah memperluas kompetisi sepak bola dalam negeri, di antaranya dengan penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain amatir. Selain itu, PSSI juga aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita dan kompetisi dalam kelompok umur tertentu (U-15, U-17, U-19,U21, dan U-23). Sayangnya sejarah panjang sepakbola Indonesia belum mampu merubah prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional. Butuh manajemen bola yang bertekad untuk merubah Sepak Bola Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/totokl/sepakbola-sejarah-sepak-bola-indonesia_55123bbf8133118254bc6263
Sepak bola adalah permainan dengan alat bola yang dimainkan oleh 2 tim. Masing - masing tim terdiri dari sebelas orang pemain. Sepak bola hingga hari ini telah dimainkan lebih dari 250 juta orang dari lebih dari dua ratus negara. Sepak Bola adalah permainan yang paling populer sekarang ini. Sepak bola ditemukan di China pada abad ke 2 sebelum masehi. Sepak bola pertama kali dimainkan dengan menggunakan bola yang terbuat dari kulit dan digiring dewngan menggunakan kaki. Pada tahun 1365, raja Edward III melarang permainan sepakbola karena dianggap terdapat banyak kekerasan selama pertandingan. Pemain Sepak Bola terdiri dari 11 orang pemain dimana formasinya ditentukan oleh masing - masing tim namun biasanya formasinya terdiri dari: seorang penjaga gawang, 2 - 4 orang pemain bertahan, 2 - 4 orang pemain tengah dan 1 - 3 orang pemain penyerang. Penjaga gawang adalah satu - satunya pemain yang boleh memegang bola untuk melindungi gawang dari serangan tim lawannya. Biasanya penjaga gawang memakai seragam yang berbeda dari pemain lainnya. Pemain bertahan bertugas menjaga pertahanan dari tim lawan. Pemain tengah dibagi lagi dengan yang bermain dekat dengan penyerang dan pemain tengah bertahan yang dekat dengan pemain bertahan, sedangkan sesuai dengan namanya penyerang memiliki tugas untuk menyarangkan bola ke gawang tim lawan. Sepak Bola Indonesia Sepak bola indonesia dimulai sejak tahun 1914 saat Indonesia masih dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda. Kompetisi antar kota di jawa tersebut hanya di juarai oleh dua tim atau di dominasi dua tim saja, yaitu Batavia City, Soerabaja City. Sejarah Sepak Bola Modern di Indonesia dimulai dengan terbentuknya PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan ketuanya Soeratin Sosrosoegondo. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih – benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia. Setelah wafatnya Soeratin Sosrosoegondo, prestasi tim nasional sepak bola Indonesia tidak terlalu memuaskan karena pembinaan tim nasional tidak diimbangi dengan pengembangan organisasi dan kompetisi. Pada era sebelum tahun 1970-an, beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi internasional, di antaranya Ramang, Sucipto Suntoro, Ronny Pattinasarani, dan Tan Liong Houw. Dalam perkembangannya, PSSI telah memperluas kompetisi sepak bola dalam negeri, di antaranya dengan penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain amatir. Selain itu, PSSI juga aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita dan kompetisi dalam kelompok umur tertentu (U-15, U-17, U-19,U21, dan U-23). Sayangnya sejarah panjang sepakbola Indonesia belum mampu merubah prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional. Butuh manajemen bola yang bertekad untuk merubah Sepak Bola Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/totokl/sepakbola-sejarah-sepak-bola-indonesia_55123bbf8133118254bc6263

Selasa, 29 Maret 2016

SEJARAH BERMUSUHAN VIKING DAN THE JAK Perseteruan antar suporter Persija dan Persib sudah berlangsung lama, tepatnya sejak tahun 2000 yaitu bertepatan dengan Liga Indonesia 6 berlangsung. Di putaran 1 sekitar 6 buah bis suporter Persib datang ke Lebak Bulus dan masuk ke Tribun Timur. Mereka terdiri dari banyak unit suporter seperti Balad Persib, Jurig, Stone Lovers, ABCD, Viking dll. Saat itu yang terbesar masih Balad Persib. Meski sempat nyaris terjadi gesekan dengan the Jakmania, tapi alhamdulilah tidak terjadi bentrokan yang lebih luas. Justru suporter Persib bergerak ke arah the Jakmania tuk berjabat tangan. Gw inget banget yel mereka waktu itu : “ABCD… Anak Bandung Cinta Damai”. Selesai pertandingan suporter Persib juga didampingi the Jakmania menuju bus mereka. The Jakmania mengikuti dengan menyanyikan lagu Halo Halo Bandung. Penerimaan the Jakmania membuat Viking berniat tuk mengundang datang ke Bandung saat putaran 2. Dialog berlangsung lancar karena seorang Pengurus the Jakmania yg bernama Erwan rajin ke Bandung tuk bikin kaos. Hubungan Erwan dengan Ayi Beutik juga konon akrab banget sampe2 Erwan pernah cerita kalo dia suka sama adiknya Ayi Beutik. Melalui Erwan jugalah Viking menyatakan keinginannya tuk mengundang dan menyambut the Jakmania di Bandung meski mereka sendiri masih khawatir dengan sikap bobotoh yang lain. The Jakmania saat itu belum sebesar sekarang. Yang nonton di Lebak Bulus aja cuma di sisi Selatan tribun Timur. Jd bersebelahan dengan Viking. Nah ajakan Viking itu langsung kita bahas, dan kita memang sudah punya niat tuk melakoni partai tandang. Dibentuklah kemudian perencanaan, salah satunya dengan mengutus Sekum dan Bendahara Umum the Jakmania saat itu yaitu Sdr Faisal dan Sdr Danang. Mereka ditugaskan tuk melobi Panpel Persib dari mulai masalah tiket hingga tribun the Jakmania. Kebetulan Danang lagi kuliah di Bandung sehingga tempat kosnya jadi tempat kumpulnya the Jakers disana. Selain mereka berdua memang adalagi yang menawarkan diri tuk bantu seperti Sdr Budi Rawa Belong. Jujur gw katakan kita memang belum pengalaman mengkoordinasikan anggota tuk nonton tandang. Tapi yang menjadi masalah justru bukan di koordinator tapi di anggota. Banyak anggota yang bandel daftar pada hari H nya. Jumlah yg tadinya cuma 400 orang berkembang menjadi 1000 orang lebih! Bayangin gimana repotnya kita nyari bis tuk ngangkut segitu banyak orang. Akibatnya kita berangkat baru jam 12 siang! Itu juga terpecah menjadi 3 rombongan. Satu bis berangkat lebih dulu karena akan ganti ban. Disusul 4 bus kemudian. Dan terakhir termasuk gw berangkat dengan 4 bus tambahan. Keberangkatan kita sendiri juga masih diliputi keraguan apakah dapat tiket atau tidak. Tim Advance yg diutus mendapatkan kesulitan mencari tiket. 4 hari sebelum pertandingan terjadi kerusuhan di stadion Siliwangi akibat distribusi tiket yang kurang lancar. Ada seorang Vikers yang menganjurkan the Jak tuk hadir di acara khusus pertemuan tim dengan suporternya. Faisal, Danang dan Budi ambil keputusan tuk hadir di acara itu. Disana mereka sempat bertemu Walikota Bandung, Kapolres, Ketua Panpel dan Ketua Keamanan. Mereka semua menjamin bahwa the Jakmania akan bisa masuk dan tiket akan disiapkan khusus. Paling tidak itulah info yang gw dapet dari tim Advance. 1 bis pertama tiba di Stadion Siliwangi. Viking siap menyambut dan mempersilahkan masuk ke stadion, padahal tiket belum di tangan. Sayang hal yang dikhawatirkan Viking terbukti. Perlahan tapi makin lama makin banyak datanglah bobotoh nyamperin the Jak dengan sikap yang tidak simpatik. Melihat gelagat buruk ini Viking minta the Jak tuk keluar dulu ke stadion sambil menunggu rombongan berikut. Sembari menunggu, beberapa rekan ada yang melaksanakan sholat ashar dulu. Ketika selesai sholat, mulailah terjadi hal2 yang tidak diinginkan. Rekan2 kita mendapatkan pukulan disana sini dengan menggunakan kayu. Salah satunya (gw lupa namanya) tersungkur berlumuran darah yang keluar dari kepalanya. Melihat situasi ini the Jakmania kembali diungsikan menjauh dari stadion. Rombongan besar 8 buah bis akhirnya tiba juga. Tapi karena terlambat, stadion Siliwangi sudah penuh sesak. Lagipula kita tetap tidak berhasil mendapatkan tiket. Panpel memang kelihatan salah tingkah dan berusaha mengumpulkan dari calo2 yang masih beredar di sekitar stadion, namun jumlahnya juga tidak memadai hanya 300 lembar. Sementara bobotoh yang masih berada di luar juga mulai melakukan serangan terhadap the Jakmania. Gw sempet coba menenangkan dan cekcok dengan seorang bobotoh yang ngambil dengan paksa kacamata anggota kita. Bobotoh itu bilang kalo dia kesal sama anak Jakarta karena mereka juga diperlakukan dengan tidak simpatik di Jakarta ketika menyaksikan pertandingan Persijatim vs Persib di Lebak Bulus. Mereka tidak mau tau kalo Persijatim tu beda dengan Persija. Seingat gw kejadian ini sempat direkam foto oleh wartawan dari Tabloid GO dan terpampang jelas esoknya di media tersebut. Dan kalo ga salah yang nyerang kita tu pake kaos Stone Lovers dan Persib. Mungkin ada juga yang laen karena gw dah lupa dan kurang jelas. Gw lalu ngambil inisiatif tuk nyari rombongan pertama yang dateng duluan dan mengajak mereka tuk gabung ke rombongan besar. Disana gw minta maaf ke semua anggota karena gagal membawa rombongan sampai masuk ke stadion. Di situ dari Panpel juga sempat minta maaf. Namun kondisi ini tidak bisa diterima oleh seluruh rombongan, bahkan mereka juga tidak mau berjabat tangan dengan 3 orang Viking yang masih setia mengawal meski pertandingan sudah berlangsung. Ketika rombongan hendak pulang, tiba2 kita diserang lagi oleh bobotoh yang masih nunggu di luar stadion. Kondisi ini jelas tidak bisa diterima. Sudah ga bisa masuk masih juga diserang. Akhirnya kita balas perlakuan mereka. Jumlah bobotoh di luar stadion masih ratusan sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan pecahnya kaca2 mobil akibat terkena lemparan dari kedua kubu. Ketika polisi datang, keributan mereda dan the Jakmania mulai beranjak pulang. Sempat pula terjadi bentrok beberapa kali ketika rombongan berpapasan dengan bobotoh yg pulang karena tidak kebagian tiket. Beberapa waktu kemudian ketika Tim Nasional akan bertanding di Senayan, Viking Jakarta berniat datang. Gw melihat gelagat kurang baik jadi gw minta mereka tuk selalu jalan berdampingan dengan gw. Ketika pertandingan selesai, ada sedikit cekcok antara beberapa orang the Jakmania dengan pendukung PSIS Panser Biru Jakarta. Gw kemudian meminta Sdr Aceng tuk ngawal Panser Biru hingga mereka pulang. Ketika gw hendak kembali ke rombongan Viking, ternyata mereka sudah diserang oleh sekelompok the Jakmania. Buru2 gw lari kesana dan ngambil lagi syal Persib yang sudah diambil. Viking gw kawal trus dibantu seorang anggota dari Tanjung Duren. Di depan, seorang anggota Viking yang mengalami serangan jantung dibawa naik taksi tuk pulang. Sisanya gw temenin sampe Polda Metro Jaya. Kalo ga salah ad Viking Depok yang namanya Rusdi. Sebetulnya menurut gw serangan the Jak saat itu tidak separah ketika kejadian di Bandung. Toh tidak ada satupun anak Viking yang cedera. Cuma sayang ternyata di antara mereka ada juga yg berasal dari Bandung dan entah apa yang mereka ceritakan disana, Viking langsung membalas ketika kita bertandang ke Cimahi melawan Persikab Kabupaten Bandung. The Jakmania awalnya bebas bernyanyi dan memberikan dukungan ke Persija. Tapi Viking yang awalnya berada di seberang tribun kita mulai bergerak menghampiri tanpa ada satupun usaha pencegahan dari Panpel. Ketika dekat mereka langsung meneriakkan kata2 penuh kebencian disertai lemparan benda2 keras dan botol ke arah kita. Salah satunya mengenai Sdri Temi yang langsung jatuh pingsan. Gw coba menelpon Sdr Heru Joko Ketua Umum Viking tuk minta bantuan menghalau anggotanya. Heru saat itu bilang kalo dia masih di perjalanan tapi akan segera datang. Belakangan gw dapat kabar dari seorang wartawan kalo Heru ternyata sudah tiba sejak awal pertandingan …..???!!! Ketika pertandingan usai, Panpel meminta the Jakmania bertahan dulu di tengah lapangan hingga suasana aman. The Jakmania kemudian keluar stadion dengan pengawalan ketat. Diluar kita diangkut dengan truk polisi dan panser menuju jalan tol dimana bus2 kita sudah menunggu. Sampai disana kita mendapati bus kita dalam kondisi hancur berat. Salah seorang anggota yang usianya mencapai 70 tahun lebih ternyata sudah berada di dalam bis ketika penyerangan berlangsung. Dia jadi saksi bagaimana seluruh tas dan perbekalan diambil oleh Viking yang tidak bertanggung jawab tersebut. Gw langsung telpon lagi Heru Joko tuk protes keras kenapa dia tidak berusaha meredam amarah anggotanya dan kenapa dia berbohong mengatakan kalo dia belum tiba di stadion. Tidak ada penjelasan apapun yang memuaskan hati gw. Dan mulai saat itu gw pikir sangat sulit tuk berharap hubungan membaik bila pimpinan tidak berusaha tuk meredam api permusuhan ini. Sejak saat itulah api dendam dan permusuhan terus berkobar di kedua belah pihak. Puncaknya di acara Kuis Siapa Berani di Indosiar. Acara ini diprakarsai oleh Sigit Nugroho wartawan Bola yang terpilih menjadi Ketua Asosiasi Suporter Seluruh Indonesia. Waktu itu Sigit sempat telpon gw dan minta supaya the Jak yg dateng jangan banyak2 tuk menghindari bentrokan. Gw tunjuk 20 orang peserta dab 3 orang cadangan sesuai permintaan Indosiar, plus 1 orang lagi bagian dokumentasi. Mereka cuma gw ijinin pake 3 buah mobil pribadi, karena kalo gw nyewa bis nanti banyak yang ngikut. Gw sendiri ga ikut acara itu karena harus kerja.Sayang bentrokan ternyata ga bisa dihindari. Bukan gw memihak tapi faktanya memang Viking yang mulai. Mereka neriakin yel2 “Jakarta Banjir” yang dibales juga oleh the Jak. Suasana memanas hingga akhirnya terjadi benturan fisik. Ketika ditelpon gw langsung menuju Indosiar pake taksi. Sampe disana sebagian the Jakmania sudah diluar Indosiar, di dalam gw liat 6 orang the Jak sedang berselisih dengan Viking. Melihat hal yang tidak sebanding ini gw langsung mendesak ke arah Viking tanpa gw tau siapa yang gw serang itu. Sebelumnya gw nyamperin dulu Aremania dan Pasopati yang hadir disana. Yang gw heran kenapa Viking hadir disana dalam jumlah yang cukup besar, 2 bis berisi 74 orang. Letak Indosiar di Jakarta, jadi ga heran pelan2 berdatanganlah para suporter Persija kesana. Suasana sudah tidak terkendali dan atas inisiatif Polisi dan Indosiar, Viking langsung diungsikan dengan menggunakan truk Polisi. Namun kejadian ini ternyata dah menyebar luas kemana-mana hingga akhirnya terjadilah penyerangan terhadap rombongan Viking di tol Kebon Jeruk. Setelah kejadian itu gw beberapa kali mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Saat itu gw membantah kalo terjadi penyerangan yang memang dikoordinir oleh the Jakmania. Juga gw bantah kalo terjadi perampokan. Gw juga heran gimana Viking menyatakan klo hadiah menang kuis dirampok the Jak padahal hadiah itu kan belum diserahkan pihak Indosiar. Hadiah untuk the Jak pun sampe sekarang ga kita terima. Saat itulah nama the Jakmania menjadi buruk. Di mata media the Jakmania tidak menerima kalah sehingga menyerang. Opini sudah terbentuk dan masyarakat di Bandung juga ikutan menghujat, sementara di Jakarta menyayangkan. Ya sudahlah. Biarin orang ngomong apa, tapi ga menyurutkan kebanggaan gw terhadap Persija dan the Jakmania apapun kondisinya. Paling tidak di mata gw sekarang Viking cuma bisa bekoar nantang tapi ketika kalah mereka malah ngadu ke polisi. Sesuatu yang dimata gw sangat tidak suporter. Semenjak terjadi permusuhan dengan the Jakmania, apalagi setelah kejadian Indosiar, Viking berkembang pesat menjadi suporter yang dominan di Bandung. Mereka terus menebarkan kebencian ke the Jak dengan mengeluarkan kaos2 dan lagu2 yang bersifat menghujat the Jak. Reaksi anggota the Jakmania juga heboh. Mereka rame2 bikin kaos yang balas menghujat viking. Tapi semua ga ada yang jadi karena gw melarang seorangpun tuk bikin kaos yang bertuliskan viking/persib meski dalam bentuk hujatanpun. Bagi gw tulisan yang pantas berada di kaos suporter Persija hanyalah PERSIJA dan THE JAKMANIA. Cuma akhirnya gw nyerah juga, biar gimana gw ga mungkin ngelawan arus trus. Ini terjadi ketika Ismed Sofyan diserang sama Viking di Bandung ketika uji lapangan. Kondisi kaya gini dah ga bisa gw terima. Sejak itulah bertubi-tubi keluar desain2 dan yel-yel serta lagu menghujat mereka. Cuma tetep ada bedanya the Jak sama Viking. Kalo the Jak nyanyi hujatan hanya saat pertandingan melawan Persib, tapi klo Viking sepertinya hendak melakukan propaganda kepada anggotanya dan masyarakat bola. Mereka terus melakukan hujatan meski saat itu Persib tanding melawan tim lain. Sikap ini justru malah mengobarkan api kebencian suporter Persija terhadap Viking. Sehingga the Jakers banyak yang benci mereka bukan karena tau kejadian awalnya, tapi karena mereka ga suka dikata-katain terus. Belakangan Komisi Disiplin mengeluarkan larangan akan hal-hal seperti ini. Terlambat! Dan penerapannya juga ga konsisten, masih banyak yang tetap melakukannya, bukan hanya Viking atau the Jakmania tapi hampir di semua stadion di Indonesia. Sebetulnya ada juga pihak2 yang mengusahakan perdamaian. Panpel Persib pernah berinisiatif mempertemukan the Jakmania dan Viking di Bandung. Gw sendiri hadir saat itu bersama 2 orang lagi, Heru Joko hadir bersama 3 orang temannya, Panpel Persib dan Manajer Persija saat itu Bpk IGK Manila. Tapi pertemuan tersebut buntu karena tidak ada niat dari Heru Joko tuk berdamai. Perseteruan makin melebar. Semakin banyak Viking yang masuk ke website the Jakmania dan menebarkan virus kebencian … semakin banyak dan besarlah kebencian the Jakers ke mereka. Bahkan Panglima Viking Ayi Beutik sempat mengeluarkan pernyataan tuk menjaga kelestarian permusuhan ini seperti Barcelona dan Real Madrid. Gw sih sebetulnya dah masa bodo dengan hal ini. Konsentrasi gw sekarang kan di tim, dan the Jakmania sudah punya pengurus yang baru. Tapi gw juga ga bisa tinggal diam bila permusuhan ini merembet ke tim masing2. Setelah beberapa kali mendapat perlakuan buruk tiap bermain di Bandung, akhirnya the Jak melakukan pembalasan pada bis Persib di Lebak Bulus. Jujur, gw tidak setuju dengan cara seperti ini, meski gw juga tidak menyalahkan. Seminggu sebelumnya gw dah bilang di forum the Jakmania di sekretariat Lebak Bulus, kalo Heru Joko ketua Viking, ikut bantu mengamankan bis Persija di Bandung. Ia bahkan berada langsung dalam bis Persija. Tapi masa disana memang sudah sulit terkendali bahkan oleh ketuanya sekalipun. Apa boleh buat? The Jakmania sudah melaksanakan pelampiasan dendamnya, sayangnya dengan melakukan tindakan yang sebelumnya mereka cela. Sekarang permusuhan the Jakmania kontra Viking menjadi warna tersendiri bagi sepakbola Indonesia. Seorang sutradara tertarik menjadikan perseteruan ini sebagai inspirasi dalam filmnya yang berjudul ROMEO & JULIET. Lucunya di tengah perseteruan, mereka justru kompak untuk menolak film ini dengan alasannya masing2. Bedanya di Bandung .. Ketua Viking dengan didukung anggotanya membuktikan ucapannya dengan menggagalkan pemutaran film ini. Sementara di Jakarta justru sebaliknya, meski pimpinan menyatakan akan menuntut tapi toh hampir semua bioskop2 di jabodetabek dipenuhi oleh orang oren yang memang sudah ga sabar menanti film ini diputar. Nah, itulah kisah panjang tentang permusuhan 2 kelompok suporter besar di Indonesia, paling engga dari kacamata gw. Tulisan ini dibuat atas permintaan seorang bobotoh yang penasaran dengan sebab musabab permusuhan tersebut. Gw juga ga suka dengan orang yang berkomentar sinis baik terhadap the Jakmania maupun Viking. Mereka itu tidak tau apa2, bisanya cuma menghakimi aje. Ada hak apa mereka menghujat? Liat dulu kisahnya baru mereka akan berpikir dan bantu mencarikan solusi. #RM 367 Suka560 Komentar62 Kali Dibagikan

SEJARAH PERSIB BANDUNG

Sejarah SEKILAS SEJARAH PERSIB BANDUNG Tahun 1933-1947 Sebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakn i R. Atot. BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain bernama Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada 14 Maret 1933 kedua klub itu sepakat melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai ketua umum. Klub- klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Setelah tampil tiga kali sebagai runner up pada Kompetisi Perserikatan 1933 (Surabaya), 1934 (Bandung), dan 1936 (Solo), Persib mengawali juara pada Kompetisi 1939 di Solo. Tahun 1941-1969 Setelah Indonesia merdeka, pada 1950 digelar Kongres PSSI di Semarang dan Kompetisi Perserikatan. Persib yang pada saat itu dihuni oleh Aang Witarsa, Amung, Andaratna, Ganda, Freddy Timisela, Sundawa, Toha, Leepel, Smith, Jahja, dan Wagiman hanya mampu menjadi runner-up setelah kalah bersaing dengan Persebaya Persebaya. Pada tahun 50-an Aang Witarsa dan Anas menjadi pemain asal Persib pertama yang ditarik bergabung dengan tim nasional Indonesia untuk bermain di pentas Asian Games 1950. Prestasi Persib kembali meningkat pada 1955-1957. Munculnya nama-nama seperti Aang Witarsa dan Ade Dana yang menjadi wakil dari Persib di tim nasional untuk berlaga di Olimpiade Melbourne 1956. Pada ajang itu, tim nasional Indonesia berhasil menahan imbang Uni Sovyet sehingga memaksa diadakan pertandingan ulang yang berujung kekalahan telak untuk Indonesia dengan skor 4-0. Persib makin disegani. Pada Kompetisi 1961 tim kebanggaan “Kota Kembang” itu meraih juara untuk kedua kalinya setelah mengalahkan PSM Ujungpandang. Materi pemain Persib saat itu adalah Simon Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjhaiang, Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo, Pietje Timisela, Suhendar, dll. Karena prestasinya itu, Persib ditunjuk mewakili PSSI di ajang kejuaraan sepakbola “Piala Aga Khan” di Pakistan pada 1962. Bintang Persib saat itu juga telah lahir Emen “Guru” Suwarman. Setelah itu, prestasi Persib mengalami pasang surut. Prestasi terbaik Persib di Kompetisi perserikatan meraih posisi runner up pada 1966 setelah kalah dari PSM di Jakarta. Tahun 1970-1985 Pada tahun 70-an, Persib mengalami masa sulit dan miskin gelar. Namun, Max Timisela, yang menempati posisi gelandang menjadi langganan tim nasional. Puncaknya pada Kompetisi Perserikatan 1978-1979, Persib terdegradasi ke Divisi I. Kondisi itu membuat para pembina Persib berpikir keras untuk melakukan revolusi pembinaan. Dipersiapkanlah tim junior yang ditangani pelatih Marek Janota (Polandia). Kemudian, tim senior diarsiteki Risnandar Soendoro. Gabungan pemain junior dan senior ini membuahkan hasil karena Persib berhasil promosi ke Divisi Utama dengan materi pemain seperti Sobur (kiper), Giantoro, Kosasih B, Adeng Hudaya, Encas Tonif, dll. Hasil polesan Marek ini lahirlah bintang-bintang Persib seperti Robby Darwis, Adeng Hudaya, Adjat Sudrajat, Suryamin, Dede Iskandar, Boyke Adam, Sobur, Sukowiyono, Iwan Sunarya, dll. Hasil binaan Marek ini membawa Persib lolos ke final bertemu PSMS pada Kompetisi Perserikatan 1982-1983 dan 1984-1985. Dua kali Persib harus puas sebagai runner up setelah kalah adu penalti. Pada final 1984-1985 mencatat rekor penonton karena membeludak hingga pinggir lapangan. Dari kapasitas 100.000 tempat duduk di Stadion Senayan, jumlah penonton yang hadir mencapai 120.000 orang. Tahun 1986-1990 Pada tahun 1985 Ateng Wahyudi menjadi ketua umum Persib menggantikan Solihin GP. Harapan yang dinantikan meraih juara kembali akhirnya terwujud. Pada Kompetisi Perserikatan 1986, Persib yang ditangani pelatih Nandar Iskandar meraih juara setelah di final mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 melalui gol tunggal Djadjang Nurdjaman, di Stadion Senayan. Materi pemain Persib saat itu masih hasil polesan Marek Janota seperti Sobur, Boyke Adam (kiper), Robby Darwis, Adjat Sudrajat, Sukowiyono, Yana Rodiana, Adeng Hudaya, Sarjono, Iwan Sunarya, Sidik Djafar, dll. Prestasi Persib masih tergolong stabil. Meski gelar itu lepas ke tangan PSIS pada Kompetisi 1987 dan Persebaya pada 1988, Persib masih berlaga di Senayan. Persib kembali meraih gelar juara pada Kompetisi 1990 setelah mengalahkan Persebaya 2-0 melalui gol bunuh diri Subangkit, dan Dede Rosadi. Saat itu, Persib yang ditangani pelatih Ade Dana dengan asisten Dede Rusli dan Indra Thohir diperkuat: Samai Setiadi (kiper), Robby Darwis, Adeng Hudaya, Ade Mulyono Asep Sumantri, Nyangnyang/Dede Rosadi, Yusuf Bachtiar, Sutiono Lamso, Adjat Sudrajat, Dede Iskandar, Djadjang Nurdjaman. Tahun 1991-1994 Pada Kompetisi 1991-1992, Persib gagal mempertahankan gelar setelah kalah 1-2 dari PSM di semifinal, dan 1-2 dari Persebaya pada perebutan tempat ketiga dan keempat. Pada tahun 1993 Wahyu Hamijaya dipilih menjadi ketua umum Persib menggantikan Ateng Wahyudi. Pada kompetisi penutup Perserikatan 1993-1994 Persib meraih gelar juara setelah di final mengalahkan PSM 2-0 melalui gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso. Persib pun berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya karena kompetisi berikutnya berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang pesertanya dari Galatama dan Perserikatan. Saat merebut gelar juara Kompetisi Perserikatan terakhir, trio pelatih yang menangani Persib adalah Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, dan Emen “Guru” Suwarman. Materi pemainnya, yakni Aris Rinaldi (kiper), Robby Darwis, Roy Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yusuf Bachtiar, Asep Kustiana, Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Yudi Guntara. Persib kembali mencatatkan namanya dalam sejarah kompetisi Liga Indonesia. Persib berhasil mencapai final dan menggengam trofi juara dengan menaklukkan Petrokimia Putra dihadapan lebih kurang 80.000 penonton di partai final dengan skor 1-0 melalui gol Sutiono Lamso pada menit ke-76. Sorai-sorai pun bergemuruh di Stadion Utama Senayan Jakarta. Saat itu, Persib ditangani trio pelatih Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, Emen “Guru” Suwarman. Persib menggunakan formasi 3-5-2 dengan materi pemain adalah Anwar Sanusi (kiper), Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Mulyana (belakang). Dede Iskandar (kanan), Nandang Kurnaedi (kiri), Asep “Munir” Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara/Asep Sumantri (gelandang), Kekey Zakaria, Sutiono Lamso (depan). Tahun 1995-2009 Setelah meraih juara Liga Indonesia I 1994-1995, prestasi Persib mulai menurun. Akan tetapi, dalam kompetisi internasional prestasinya cukup mengesankan karena sempat berlaga sampai perempat final Piala Champion Asia. Namun di tanah air Persib harus merelakan trofi Piala Liga Indonesia jatuh ke tangan saudara se-kota Tim Mastrans Bandung Raya yang akhirnya menjadi juara Liga Indonesia II. Ternyata perjalanan Persib dalam mengarungi Liga Indonesia tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Meski perombakan di tubuh Persib kerap terjadi, belum juga menuai hasil maksimal, bahkan Persib sempat terancam terdepak dari kompetisi Liga Indonesia karena kerap di posisi papan bawah. Pada Liga Indonesia VII/2001 diarsiteki pelatih Indra Thohir dan Deny Syamsudin, Persib bisa lolos ke babak “8 Besar” di Medan, tetapi akhirnya gagal ke semifinal. Pergantian pelatih pun dilakukan termasuk dengan mendatangkan dari Polandia, Marek Andrejz Sledzianowski pada Liga Indonesia IX/2003. Namun, Marek Sledzianowski tidak seberuntung seniornya, Marek Janota. Sledzianowski diganti di tengah jalan karena Persib terseok-seok di papan bawah. Untuk menghindari jurang degradasi, pengurus Persib mendatangkan pelatih asing asal Cile, Juan Antonio Paez. Upaya ini berhasil dan Paez dipertahankan hingga Liga Indonesia X/2004. Pada Liga Indonesia XI/2005, Indra Thohir kembali dipanggil. Namun, Persib harus puas di peringkat lima. Kompetisi berikutnya, Risnandar Soendoro dipercaya menjadi pelatih. Namun, dia hanya bertahan hingga dua pertandingan awal kandang setelah kalah dari PSIS dan Persiap di Stadion Siliwangi Bandung dan posisinya diganti Arcan Iurie Anatolievici. Pelatih asal Moldova itu kembali dipertahankan untuk menukangi Persib pada Liga Indonesia XIII 2007. Saat itu, Persib sudah diprediksi bakal meraih gelar juara karena pada paruh musim tampil sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat dan memenangkan duel dengan PSM sebagai pemuncak klasemen Wilayah Timur. Akan tetapi, pada putaran kedua, Persib terpeleset dan prestasinya menurun sehingga menempati peringkat kelima dan gagal lolos ke babak “8 Besar”. Pada Kompetisi Liga Super Indonesia I/2008-2009 untuk kali pertama Persib diracik pelatih dari luar Bandung. Jaya Hartono (Medan), yang membawa Persik Kediri menggondol Piala LI IX/2003 dipanggil untuk meracik Persib. Sayangnya, Persib harus puas menempati peringkat tiga dalam kompetisi yang menggunakan format satu wilayah itu. Pada Liga Super Indonesia II/2009-2010, Persib yang masih ditangani Jaya Hartono kemudian diganti asistennya Robby Darwis pada putaran kedua kompetisi hanya menempati peringkat keempat klasemen akhir